Selamat Datang Di Blog ini Semoga Bermanfaat... Terima Kasih Kunjungannya

Kamu Suka ini?

Piagam Gambut Sumberdaya Gambut Adalah Darah dan Nafas Hidup KamiPiagam Gambut Sumberdaya Gambut Adalah Darah dan Nafas Hidup Kami Central Kalimanta

Piagam Gambut

Sumberdaya Gambut Adalah Darah dan Nafas Hidup Kami

Central Kalimantan Peatland Charter - Peat Resources Is Our Life Blood and Breath

Hari ini Sabtu tanggal empat Desember dua ribu sepuluh, kami berkumpul dari berbagai pelosok desa-desa yang berada di wilayah gambut Kalimantan Tengah dalam agenda Temu Rakyat untuk mendeklarasikan PIAGAM GAMBUT Kalimantan Tengah, dimana sumberdaya gambut adalah darah dan nafas kehidupan kami.

Today is Saturday the 4th of December 2010, we gathered from various corners of the villages are located in Central Kalimantan peatland areas in the People's Meeting agenda to declare CHARTER OF PEAT Central Kalimantan, where the peat resource is our blood and breath.

Bahwa sesungguhnya sumberdaya gambut mengalir darah kami dan generasi sejak berabad-abad sebagai proses menciptakan teknologi dan pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan untuk pengelola kebun karet, kebun rotan, kebun purun, kebun pantung, hutan adat, sungai, tatah, handil, beje, danau yang memberikan manfaat bagi pendidikan, kesehatan, kebudayaan yang miliki batas-batas yang melindungi kedaulatan dan kemerdekaan hak-hak kami menjaga wilayah gambut tetap lestari.

Behold, our blood flowing peat resources and generation for centuries as a process of creating technology and knowledge, skills and ability to manage rubber, rattan gardens, garden Purun, pantung gardens, indigenous forests, rivers, chisel, Handil, beje, lake provide benefits to education, health, culture have boundaries that protect the sovereignty and independence of our rights to maintain turf areas remain stable.

Kehadiran pembangunan mega proyek PLG 1,4 juta hektar, telah menyumbang kehancuran gambut, pelanggaran terhadap hak-hak masyarakat adat, konflik social dan kesengsaraan jangka panjang bagi 82.000 jiwa warga di 77 Desa. Kesengsaraan belum selesai, pemerintah mengeluarkan kembali kebijakan pembangunan kawasan konservasi seluas 377.000 hektar, perkebunan kelapa sawit 360.000 hektar prakteknya menggusur dan menghilangkan hak-hak masyarakat adat.

The presence of mega development projects PLG 1.4 million hectares, have contributed to the destruction of peat, a violation of the rights of indigenous peoples, social conflict and long-term misery for 82,000 people in 77 village residents. Tribulation has not been completed, the government issued a re-development policy of conservation area covering 377,000 hectares, 360,000 hectares of oil palm plantations, which in practice to displace and eliminate the rights of indigenous peoples.

Persoalan perubahan iklim yang merupakan buah dari kegagalan negara maju menjadi acuan Pemerintah daerah mengeluarkan kebijakan yang merugikan masyarakat adat, Peraturan Gubernur No 52 tahun 2008 merupakan pelanggaran atas hak-hak sosial dasar masyarakat untuk mendapatkan pangan yang cukup, kebijakan proyek Iklim KFCP (Kalimantan Forest Climate Partnership) REDD (Reducing Emission from Deforestation and Degradation Forest) seluas 120.000 hektar berada di wilayah hak masyarakat adat di 14 desa/dusun dengan status kawasan lindung secara langsung akan menghilangkan hak masyarakat atas sumberdaya alam.

The issue of climate change which is the fruit of the failure of developed countries to benchmark local government issued a policy that of indigenous people, the Governor Regulation No. 52/2008 was a violation of basic social rights of people to get enough food, policy KFCP Climate Project (Kalimantan Forest Climate Partnership), REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Degradation) covering 120,000 hectares in the area of indigenous rights in 14 villages / hamlets which have the status of governance into the protected area directly would eliminate the right of people to natural resources.

Perjuangan masyarakat adat sampai pada titik puncak untuk mencapai keselamatan, kesejahteraan dan kedamaian atas hak-hak petak danum dalam wilayah persekutuan adat berdasarkan batas-batas alam di tetapkan secara adat melalui musyawarah di Desa . Perjuangan ini akan menghantarkan mengantarkan Masyarakat adat ke depan pintu gerbang kemerdekaan atas kedaulatan hak-hak wilayah sumberdaya gambut, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur dengan melindungi segenap generasi kami yang terbebas dari penjajahan, penindasan, penghisapan, pembodohan, ketidakadilan berdasar pada:

The struggle of indigenous peoples to the point of the peak to reach safety, prosperity and peace for the rights of petak danum plots in the area of customs union on the basis of natural boundaries customarily adopted by consensus at the village. This struggle will deliver the future of indigenous independence gate over sovereignty rights of the peat resources, an independent, sovereign united, just and prosperous to protect all our generation is free from colonialism, exploitation oppression, ignorance, injustice, based on

1) Masyarakat adat di wilayah gambut tetap akan mempertahakan kelestarian gambut untuk generasi masa depan, dengan menjunjung tinggi konsep pengelolaan berbasiskan pengetahuan dan kearifan local masyarakat dilakukan atas dasar persatuan dan kesatuan untuk melindungi ancaman yang datang dari luar baik langsung maupun tidak langsung.

Indigenous peoples in peatland areas will still be maintaining the sustainability of peatlands for future generations, by upholding the concept of management based on knowledge and wisdom of local people made on the basis of unity that comes from outside threats, either directly or indirectly.

2) Kami tetap menjalankan kehidupan kami dengan aktivitas ekonomi kerakyatan dari hasil-hasil sumberdaya alam secara lestari dan bekelanjutan, memfasilitasi peningkatan kapaisitas kemampuan dan ketrampilan masyarakat, kesehatan dan membina tata hukum adat dan dan menghargai aturan hukum lainnya, serta dengan kerendaha hati menyumbangkan solusi krisis iklim global dengan cara; melindungi hutan adat seluas 200.000 hektar, melakukan reforestasi dan rehabilitasi seluas 98.000 hectare dengan jumlah 77 juta pohon. Tersebar di 20 desa di sepanjang daerah aliran sungai Kapuas, dengan melibatkan sebanyak 3.100 keluarga, 24.000 jiwa dan meyakini kearifan local Kalimantan tengah.

We still run our lives with populist economic activists from the results of the natural resources sustainably and sustainable, facilitate capacity building skills, community skills, fostering good health and respect for customary law and other legal rules, and with humility to contribute solutions to the global climate crisis with ways; protect indigenous forests covering an area of 200,000 hectares, doing reforestation and rehabilitation of the land area of 98,000 hectares with a total 77 million trees. Spread over 20 villages along the Kapuas river basin, involving as many as 3100 families, 24,000 souls and believes the local wisdom of Central Kalimantan.

3) Kami mendesak Negara-negara maju di Forum COP 16 Cancun Mexico 2010 segera menurunkan emisi karbon nya (CO2) tanpa membebani negara-negara berkembang termasuk Indonesia dan masyarakat adat di Kecamatan Mantangai dan Timpah Kalimantan Tengah, karena ini sebuah pelanggaran hak-hak kami atas bangsa yang merdeka dan berdaulat.

We urge developed countries do Forum COP 16 Cancun - Mexico in 2010 immediately reduce emissions of carbon dioxide (CO2) without burdening the developing countries including Indonesia and Indigenous peoples in the district and subdistrict Timpah Mantangai Central Kalimantan, because it is a violation of our rights over free and sovereign nation.

4) Kami mendesak kepada delegasi Indonesia yang bertemu di forum perubahan iklim di Cancun, Mexico 2010 agar menghentikan negosiasi dengan kerangka kerja perubahan iklim yang tidak mengakui hak-hak dan kedaulatan masyarakat lokal dalam projek KFCP di Kabupaten Kapuas khususnya dan di Indonesia umumnya yang merupakan bagian dari projek-projek perubahan iklim.

We urge the Indonesian delegation which met on climate change forum in Cancun, Mexico in 2010 to halt negotiations with the climate change framework that does not recognize the rights and sovereignty of local communities in project KFCP in Kapuas regency of Indonesia in particular and generally that is part of the project -Project on Climate Change

5) Kami mendesak kepada Pemerintahan SBY – Boediono dan Pemerintah Daerah – untuk segera mencabut dan meghentikan perijinan untuk investasi besar perkebunan kelapa sawit, pertambangan, pabrik-pabrik pencemar, teknologi kotor dari Negara maju – yang menggusur hak-hak rakyat, mencemari sumber-sumber air, udara dan menganggu kesehatan masyarakat khususnya perempuan dan anak-anak di Indonesia.

We urge the government of SBY - Boediono and Local Government - to immediately unplug and stop licensing for large investment in oil palm plantations, mining, polluting factories, dirty technologies from developed countries - that displace people's rights, polluting sources water, air and disturb the health of people, especially women and children in Indonesia.

6) Pengelolaan sumberaya gambut adalah hak dan kewajiban kami, sebagai masyarakat adat yang berdaulat berdasarkan aturan local (hukum adat), merupakan bagian sejarah kedaulatan bangsa yang merdeka, bebas dari segala bentuk penjajahan, baik yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia sendiri maupun asing atas nama projek perubahan iklim - REDD.

Peat resource management is a right and our duty, as a sovereign indigenous peoples based on local laws (customary law), are part of sovereignty history an independent nation, free from all forms of colonialism, whether conducted by the Government of Indonesia on behalf of itself and foreign projects on Climate Change - REDD.

Demikianlah naskah piagam gambut ini kami deklarasikan dimana sumberdaya gambut adalah darah dan nafas kehidupan kami.

Kuala Kapuas, 4 Desember 2010

Kami peserta temu rakyat yang bertandatangan Atas Piagam Gambut Kalimantan Tengah

Thus we declare the charter script where peat resources are our life blood and breath.

Kuala Kapuas 4 December 2010 Our participants met the people who signed of Central Kalimantan peat charter

Agus (Sebangau), Hengky (Kereng Bangkirai), Budi (Kereng Bangkirai), Udeng (Desa Tumbang Nusa), Yuliati (Desa Pantai), During ( Desa Pantai), Siti Aisah ( Desa Mantangai Hulu), Jainudin ( Desa Patai), Johan Ardi ( Desa Pantai), P.Doto ( Desa Sei Jaya), Sumiadi.M ( Desa Sei Jaya), Vira Tunjung ( Desa Sei Jaya), Kanisius.B (Desa Katunjung), Andes Ilas ( Desa Katunjung), Ardianson ( Desa katunjung), Susundoro (Kameluh Baru), Saripudin (Dusun Talekung Punei), Anwar. J, (Dusun Talekung Punei, Sakalik (Desa Sei Ahas), A. Aini. DA (Desa Katimpun), Yanmar ( Desa Kalumpang), Maza Gatis (Desa Kalumpang), Bangun Aspar (Desa Mantangai Hulu), Nanang ( Desa Katimpun), Suka (Desa Sei Ahas), Akhlimer ( Desa Kalumpang), Didin (Desa Sei Ahas), Basri. HD ( Desa Mantangai Hulu), M. Imam Hambali ( Desa MAntangai Hulu), Rdie.A (Desa Pulau Kaladan), Karti (Desa Pulau Kaladan), Uben ( Desa Basarang), Misran (Desa Basarang), Imam Taufik ( Tumbang Mangkutup), Suriansyah ( Desa Katunjung), Siga. E Saman (Tumbang Mangkutup), Supiyan (Desa Jabiren), Margu. A. Sani ( Desa Jabiren), Rustam Efendy (Desa Mantangai Tengah), Musie (Desa Mantangai Tengah), Sumardi ( Desa Mantangai Tengah), Tuhas ( Desa Mantangai Tengah), Yunes ( Desa Mahajandau), Januadi (Desa Mahajandau), Yahya Eday ( BLH Kapuas), Asmuri ( Kapuas), Ikhwan (Kapuas), Alpian (Kapuas), Arief (Kapuas), Abdul Hamid ( Desa Katunjung), Koesnadi.WS (Bogor), Hanni Adiati (Jakarta), April Perlindungan (Kapuas), Muliadi, SE (Kapuas), Eka Dewi Sinta (Kapuas), Desy (Kapuas), Evi Lestari (Kapuas), Norhadie Karben ( Desa Mantangai Hulu).

No Response to "Piagam Gambut Sumberdaya Gambut Adalah Darah dan Nafas Hidup KamiPiagam Gambut Sumberdaya Gambut Adalah Darah dan Nafas Hidup Kami Central Kalimanta"

Postingan Popular

KOMPAS News Regional

Berita Lingkungan Nasional

Lowongan Kerja di Kalimantan Tengah