· Oleh : Basri H.D Dari kampung tempat tinggal saya, mata ini menyaksi tumbuhnya berbagai organisasi diluar pemerintahan , mengusung beragam isu, seperti isu korupsi, pemerintahan yang bersih, keterbukaan informasi publik, Hak Azasi Manusia, Agraria, Perempuan, Tambang, Kehutanan, adat hingga lingkungan hidup. Dihati kecil saya, banyaknya jumlah organisasi diberbagai isu, sepatutnya bisa berjalan bersama rakyat, membibing untuk merubah keadaan kearah yang lebih baik. Meski diakui, yang nampak oleh mata subjektif saya, organisasi-organisasi tersebut hingga kini masih dalam proses mencari strategi untuk membangun gerakan alternatif. Begitu juga dengan saya sendiri, masih dalam tahap mencari, diringi dengan praktek yang dilakukan sehari-hari. Sejauh ini, diantara organisasi itu belum ada kesepakatan, untuk melakukan kerje-kerja bersama diberbagai tingkatan, baik itu dari wilayah terkecil hingga nasional, bahkan internasional. Saya saksikan, selain belum eratnya hubungan ideologis, hubungan kerja dll dengan masyarakat, masih banyak organisasi yang berjalan sendiri, asyik dengan kerja-kerja donor. Ada donor, disitulah advokasi dan pengorganisasian dilakukan, donor terhenti ? kembali mencari wilayah atau isu lain yang lebih menarik pihak donor. Seperti sebuah buku yang pernah saya baca, yakni Demokrasi Sosial Indonesia yang juga diterbitkan oleh berbagai organisasi ditahun 2004, buku tersebut diantaranya membahas soal gerakan organisasi non pemerintah di Indonesia. Dalam buku itu disebutkan beberpa kelemahan organisasi dalam melakukan kerja pengorganisasiannya : Pertama, tanpa basis masa, melainkan bekerja berdasar isu. Sehingga tidak mendapat mandat yang kuat atas apa yang diperjuangkannya. Kedua , karena bekerja per isu, tak ada hubungan erat antara organisasi yang melakukan penyikapan kasus dengan organisasi pemberdayaan. Organisasi yang menangani kasus sering lupa dengan pemberdayaan, begitupun sebaliknya. Kemudian yang terjadi, tidak ada pendiidkan yang terarah dan berjenjang untuk membangkitkan kesadaran rakyat. Padahal menurut yang saya alami dikampung, pendidikan berjenjang yang difasilitasi oleh organisasi sangat memberi manfaat, dibanding pelatihan yang ditempel-tempel dalam setiap isu pesanan donor. Membangun gerakan alternatif, sejatinya menjadi wajib melakukan pendidikan alternatif. Karena kurikulum pendidikan yang ada dilembaga-lembaga negara, sama sekali jauh dari upaya membangkitkan kesadaran rakyat. Padahal sangat dibutuhkan suatu panduan untuk membangun budaya baru demi meningkatkan posisi tawar hingga timbul keberanian bersuara dan melakukan perlawanan. Kemudian didorong untuk mengambil garis yang sangat tegas antara posisi rakyat dengan penguasa. Jadi, dari kampung saya melihat, secara kuantitas, aktivitas pelatihan dari berbagai organisasi banyak dilakukan dengan judul yang beragam, merebaknya buku-buku, milis, namun ketika rakyat mulai melakukan penuntutan hak kepada pemerintah, sedikiti sekali aktivis dari organisasi yang memberikan dukungan dan dorongan, masing-masing larut dalam isu per sektor. Adanya organisasi yang bekerja dan tidak bekerja inilah seringkali menimbulkan perpecahan, mulai dari sekte, komunitas ngerumpi, dan sejenis kumpulan ekslusif lainnya. Dan lebih parah, organisasi menjadi alat kepentingan pribadi, menjelma menjadi lembaga yang didasari atas kepentingan keluarga, atau bentuk oligarki lainnya. Padahal tujuan dibentuknya organisasi, salah satunya untuk memperjuangkan kepentingan umum didasari atas kesamaan ideologi dan praktek, bukan sebaliknya. Dari kampung saya melihat, dan saya ingin menyadari kondisi diri sendiri, sebelum menyadarkan kondisi orang lain bahkan rakyat !. Mantangai- Penulis tinggal di Mantangai-Kapuas, bekerja sebagai petani karet dan peladang padi.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Postingan Popular
-
BERITA MEDIA PUBLIK: SEJARAH KALIMANTAN TENGAH : Media Publik - Kalimantan Tengah. adalah salah sebuah provinsi di Indonesia yang terleta...
-
MURUNG RAYA ADVENTURE: EXPEDISI KHATULISTIWA MEMORY : Hanya 37 Orang yang Lolos Seleksi Ritual Adat Menembus hutan belantara Gunung Bondan...
-
Mining the Heart of Borneo: coal production in Indonesia
No Response to "Renungan Kampung"
Post a Comment