Selamat Datang Di Blog ini Semoga Bermanfaat... Terima Kasih Kunjungannya

Kamu Suka ini?

anda bicara banyak, mereka sudah berbuat sejak lama

Di milis dan banyak pertemuan, gencar dibicarakan soal melestarikan hutan. Yang pemerintah sibuk dengan peraturan, yang akademisi sibuk berteori, yang LSM sibuk bikin partai lingkungan. Jika berbicara, semua lantang bergemuruh, "kamilah satu-satunya ksatria baja hijau, pembela lingkungan, pengayom masyarakat". Kalau diberi not balok, iramanya beda, cara nyanyinya beda. Yang sama cuma mangap-nya saja. Nun jauh disana, utara kalimantan, sekelompok kecil masyarakat Punan, diam-diam menanam pohon. Delapan ribu bibit sudah ditanam, untuk menandai wilayahnya, "juga untuk anak-cucu kami", tidak dengan nada palsu. Menyusul, babi hutan dan hewan-hewan liar mereka senangkan, dengan menanam pohon-pohon buah kesukaan para satwa hutan itu. "babi-babi kami senangkan, supaya mereka bisa menyenangkan kami juga kalau nanti kami buru", terkekeh mereka mengucapkannya. Mereka bahkan bertukar cerita, dengan Penan dari negara tetangga, yang sebenarnya bukan tetangga, tetapi keluarga. Cerita tentang bagaimana buldoser merusak hutan mereka, bagaimana rencana perkebunan sawit membuat mereka was-was, bagaimana slogan kabupaten konservasi cuma sebatas poster dan hanya untuk pengumpulan penghargaan belaka. Juga cerita tentang air sungai yang semakin cepat keruh, dan banjir yang semakin sering dirasa. "kalian masih bagus, air kami sudah tak lagi sihat", saudara dari Serawak mengingatkan supaya rajin bersyukur, karena hutan disini masih lebih baik dibanding hutan di negaranya. "minta si anu cepat balik, kami rindu padanya", begitu kalimat perpisahan. Meminta bantuan untuk menyampaikan pada saudara mereka yang belasan tahun tak kunjung pulang kampung. Ternyata, mereka mengenal banyak orang yang sama. Sementara di kota-kota, Seminar demi seminar, peraturan demi peraturan, dan barisan orang-orang yang seolah-olah berpihak pada masyarakat hutan, terus saja bergemuruh membendung milyaran uang. Punan Indonesia dan Penan Sarawak bertemu, diam-diam saja. "Kami saling belajar saja, siapa tahu ada yang bisa bermanfaat untuk anak-cucu nanti", lirih saja suara itu. [Penan bertemu Punan, Hutan Adiu, November 2008] [sumber: http://priyandoko.blogspot.com/2008/11/anda-bicara-banyak-mereka-sudah-berbuat.html]

Hutan Konservasi Harus Jadi Kriteria Daerah Penerima DAK | News | Jurnal Parlemen

Sejarah Desa Tumbang Topus

Desa Tumbang Topus adalah desa paling utara dan paling penghujung dari desa –desa di sungai Berito , terutama di Kabupaten Murung raya Provinsi Kalimantan Tengah. Keberadaannya di perkirakan sudah ada sejak abad ke 3 masehi. Desa Tumbang Topus didirikan oleh orang-orang Dayak suku Punan yang di percaya dari keturunanan Nyai Bulan Jehad.waktu itu orng Dayak yang tinggal di hulu sungai Berito hidupnya berpindah-pindah, terpecah dalam beberapa suku yang berdiri sendiri-sendiri. Kadang satu sama lain saling bermusuhan .Rasa kesukuan yang menjadi pembakar semangat solidaritas dan di perkuat dengan ikatan jereh/ ikatan hubungan keluarga sedarah .selain Kampung orong Topus, perkampungan Orang Punan dulunya ada di Sungai Bura Kali Naga, Sungai Nahuang, Orong Tokan,Kalasin /Karamu, Tasang Butung, Takajung, Tumbang Molut, Sungai Towoh/Punan Towoh, Tanjung Belatung, dan Tino Tuhan (surat pengakuan wilayah adat Dayak Punan oleh Residen Belanda distrik Puruk Cahu Muara Teweh tahun 1927 dan 1933) (profil suku Dayak Punan Kalimantan Tengah).dalam SURAT PENETAPAN oleh ASSISTENT RESIDENT DER DOESOENLANDEN TANGGAL 27 JULI 1925 DAN RESIDENT DER ZUIDERER OOSTERAFDEELING VAN BORNEO TANGGAL 9 NOVEMBER 1933 DARI PEMERINTAH HINDIA BELANDA DI BANJARMASIN DISTRIK MOEROENG ,MUARA TEWEH;1933 untuk perwakilan Dayak Punan DITANDA TANGANI OLEH LAWEI BIN KAKAU 22 JULI 1969, SIDI BINDIH (ANAK SUKU PUNAN) MEMBUAT SURAT TANAH KETURUNAN DI WILAYAH DESA TOKAN DENGAN LUAS 75 KM PERSEGI,DARI KALASIN – TUJANG ,KECAMATAN SUMBER BERITO// yang di stempel dan diregetrasikan oleh CAMAT ROBOES DI KERTAS SEGEL 25 RUPIAH DAN MATERAI SEGEL 5 RUPIAH Tumbang Topus, juga terkenal sebagai tempat pertempuran/peperangan antar suku, di mana sampai sekarang masih ada jalan setapak yang menjadi akses jalan darat oleh suku-suku Dayak Kenyah dan Bahau di kalimantan Timur /sungai Mahakam untuk menyerang suku-suku dayak di kalimantan Tengah (rohan *** Tagah Atoi keLong Tuyo, Rohan Tanah Bla dan puruk Batu Ayou)*** Rohan/ jalan yang menghubungkan hulu sungai Berito dengan sungai Mahakam) Peperangan yang pernah di lakukan oleh dayak Punan di sungai Berito melawan Asang Hivan yang dilakukan oleh Hipui/Kepala Suku Dayak Bahau dan Kenyah di Mahakam, pertama-tama di Kampung Orong Tokan (hikayat Latap bersaudara) setelah itu di Orong Belatung antara Dayak Punan dengan Dayak Siang dari tanah Siang (hikayat Anyang ,Mrenk dari Dayak Punan dengan Kewo dan Lenjong dari suku Dayak siang didesa Tokung Tanah Siang )yang bertempur selama beberapa hari tidak ada yang kalah dan menang, dan setelah itu kedua Suku tersebut angkat saudara dan menghentikan pertempuran/peperangan sampai anak cucunya masa kini.dan dari ikatan persaudaraan tersebut mulai lah orang Punan mengenal agama Kaharingan. Dari perkembangan zaman setelah perjanjian damai hurung anoi yang di prakarsai oleh Damang Batu di abad ke 18 masehi, Di Tumbang Topus sekitar tahun 1918 Masehi ketika itu masih terjadi kayau mangayau/memenggal kepala manusia, Tamanggung GEH d ari Tumbang topus memimpin Suku Punan dan Suku Siang untuk melawan asang dari Suku Bahau di Batu Ayau, karena perkampungan suku Dayak Punan Towoh/Toho (mentoboh) di sungai Mulut selalu di kayau oleh orang Bahau. Setelah Geh Meninggal sekitar tahun 1921 Ajang mengantikan ayahnya Tamanggung GEH menjadi pemimpin suku dayak Punan yang bergelar Tamanggung. Selama pemimpinan Ajang orang Dayak Punan tetap di teror oleh orang dayak Bahau dari sungai Mahakam ,yang secara diam-diam mereka membunuh dan memotong kepala orang Punan yang sedang berburu dan menangkap ikan , satu persatu orang Punan hilang tak tahu rimbanya. Akibat kejadian itu orang suku Punan terancam kelaparan , karena semua orang takut keluar rumah, karena kayau mengayau itu menghantui orang desa. Akhirnya diketahui pembunuhan misterius itu dilakukan oleh Suku Dayak Bahau di Liang Haju, yang mana wilayah tersebut masih berada didalam kampung Topus.Peperangan pun terjadi dan dimenangkan oleh suku Dayak Punan, akhirnya Liang Haju yangg diduduki oleh Hivui Dayak Bahau diserahkan kembali kepada Tamanggung Ajang.Dalam penyerahan kembali wilayah tersebut mereka juga mengadakan upacara hakat pahari/angkat saudara (perjanjian damai untuk selamanya tidak akan melakukan permusuhan sampai keanak cucunya,tanda bukti perdamaian Suku dayak Bahau menyerahkan goa sarang burung walet di Liang Haju dan sebuah mandau, demikian juga Tamanggung Ajang menyerahkan garantung/gong kepada suku dayak Bahau. Kejadian lain di tahun 2002 Goa sarang Burung walet di Batu Ayau yang berisi 300 kg,lokasi lain tempat penaggkaran walet alam milik desa Tumbang Topus pernah memicu persoalan kembali antara Dayak yang ada di kalimantan Tengah dengan orang dayak Bahau di kalimantan Timur, dalam penanganan kasus tersebut terjadi konsipirasi antara pejabat pemerintah dan ada indikasi dugaan dari keturunan Tamanggung Ajang menjual secara diam-diam kepada orang-orang dayak di Mahakam, yang mana saat itu terjadi kejadian yang hampir memantik api permusuhan kembali dimana orang dayak Punan khususnya warga desa Topus yang mau memanen di tuduh perampok/ninja oleh aparat kepolisian dan di tangkap dan dibawa ke Long Bagun, Ojoh Bilang dan oleh pengadilan negeri Tenggarong orang-orang Dayak Punan dari Tumbang Topus di kalahkan dengan alasan yang tidak jelas yang mana Lokasi Sarang Burung Walet tersebut dikatakan milik orang Kalimantan Timur padahal kenyataan di lapangan masih masuk wilayah desa Tumbang Topus atau masuk wilayah Kalimantan Tengah,, sampai sekarang goa walet tersebut telah sah dimiliki oleh suku dayak di Kalimantan Timur Untuk rakyatnya Tamanggung Ajang mendirikan sebuah betang/ rumah panjang di tumbang Topus.Betang tersebut didirikan selain sebagai tempat tinggal Tamanggung Ajang dan keluarganya , juga untuk semua masyarakatnya juga berpungsi sebagai benteng dari serangan musuh. Karenanya disekeliling Betang dibuatlah Kuta/pagar atau tonggak kayu ulin yang di tancapkan di sekeliling betang, yang mana betang tersebut terkenal sebagai Kuta Matoi Tacin, sayangnya rumah betang tersebut di bongkar oleh orang belanda, dan menuduh betang sebagai tempat persembunyian orang-orangg yang melawan belanda. Keluarga Tamanggung Ajang dari masa ke masa antara lain : 1. Tamanggung Juk di Kampung Takajung 2. Anyang dan Mreng di Tanjung Belatung 3. Nyaring Montong di kampung Tasang butung 4. Tamanggung Hojung di Bajoit /desa Tujang sekarang 5. Tamanggung Sawuh di Tumbang Kunyi 6. Pambakal Tawa di Kampung Bantoi di desa Laas Baru kecamatan Sumber Berito KETURUNAN TAMANGGUNG AJANG Di sungai Berito 1. Kampung Tumbang Topus 2. Kampung Tumbang Tujang ( keluaraga Ase Raba/ bapak imis) 3. Kampung Kalasin( keluarga Untung duar / bapak imoe) 4. Kampung Teluk Jolo 5. Desa Tumbang Kunyi 6. Desa Juking sopan 7. Desa Tahujan ontu Disungai Mahakam 1. Desa Long bagun (keluarga besar Nanyan dan Adi) 2. Desa Batu Majang ( keluarga besar Bangkak dan Batu) 3. Desa Tumbang Ratah/Kayu Mas (keluarga besar Jihat) 4. Desa Danum Paroi disungai Ratah ( keluarga besar Takuan) 5. Desa Sungai Bua (ongko Limpak) 6. Desa Tukul ( Sahrun,Tinus dan Numan) 7. Desa Datah Bilang ( keluarga besar bapak Managi  meninggal dunia 2012)

majalah sedane: Buruh Kontrak di Perkebunan

majalah sedane: Buruh Kontrak di Perkebunan: Benhidris Nainggolan [1]   Sejarah Buruh K ontrak D i Perkebunan Relasi kerja kontrak dan penyaluran tenaga kerja di Indonesi...

PENA FITRIYA: Lagi, Sengketa lahan

PENA FITRIYA: Lagi, Sengketa lahan: #Jangan jadikan warga Katingan sebagai tumbal SENGKETA LAHAN; Ratusan warga geruduk DPRD Katingan Sepertinya kasus sengketa laha...

Renungan Kampung

· Oleh : Basri H.D Dari kampung tempat tinggal saya, mata ini menyaksi tumbuhnya berbagai organisasi diluar pemerintahan , mengusung beragam isu, seperti isu korupsi, pemerintahan yang bersih, keterbukaan informasi publik, Hak Azasi Manusia, Agraria, Perempuan, Tambang, Kehutanan, adat hingga lingkungan hidup. Dihati kecil saya, banyaknya jumlah organisasi diberbagai isu, sepatutnya bisa berjalan bersama rakyat, membibing untuk merubah keadaan kearah yang lebih baik. Meski diakui, yang nampak oleh mata subjektif saya, organisasi-organisasi tersebut hingga kini masih dalam proses mencari strategi untuk membangun gerakan alternatif. Begitu juga dengan saya sendiri, masih dalam tahap mencari, diringi dengan praktek yang dilakukan sehari-hari. Sejauh ini, diantara organisasi itu belum ada kesepakatan, untuk melakukan kerje-kerja bersama diberbagai tingkatan, baik itu dari wilayah terkecil hingga nasional, bahkan internasional. Saya saksikan, selain belum eratnya hubungan ideologis, hubungan kerja dll dengan masyarakat, masih banyak organisasi yang berjalan sendiri, asyik dengan kerja-kerja donor. Ada donor, disitulah advokasi dan pengorganisasian dilakukan, donor terhenti ? kembali mencari wilayah atau isu lain yang lebih menarik pihak donor. Seperti sebuah buku yang pernah saya baca, yakni Demokrasi Sosial Indonesia yang juga diterbitkan oleh berbagai organisasi ditahun 2004, buku tersebut diantaranya membahas soal gerakan organisasi non pemerintah di Indonesia. Dalam buku itu disebutkan beberpa kelemahan organisasi dalam melakukan kerja pengorganisasiannya : Pertama, tanpa basis masa, melainkan bekerja berdasar isu. Sehingga tidak mendapat mandat yang kuat atas apa yang diperjuangkannya. Kedua , karena bekerja per isu, tak ada hubungan erat antara organisasi yang melakukan penyikapan kasus dengan organisasi pemberdayaan. Organisasi yang menangani kasus sering lupa dengan pemberdayaan, begitupun sebaliknya. Kemudian yang terjadi, tidak ada pendiidkan yang terarah dan berjenjang untuk membangkitkan kesadaran rakyat. Padahal menurut yang saya alami dikampung, pendidikan berjenjang yang difasilitasi oleh organisasi sangat memberi manfaat, dibanding pelatihan yang ditempel-tempel dalam setiap isu pesanan donor. Membangun gerakan alternatif, sejatinya menjadi wajib melakukan pendidikan alternatif. Karena kurikulum pendidikan yang ada dilembaga-lembaga negara, sama sekali jauh dari upaya membangkitkan kesadaran rakyat. Padahal sangat dibutuhkan suatu panduan untuk membangun budaya baru demi meningkatkan posisi tawar hingga timbul keberanian bersuara dan melakukan perlawanan. Kemudian didorong untuk mengambil garis yang sangat tegas antara posisi rakyat dengan penguasa. Jadi, dari kampung saya melihat, secara kuantitas, aktivitas pelatihan dari berbagai organisasi banyak dilakukan dengan judul yang beragam, merebaknya buku-buku, milis, namun ketika rakyat mulai melakukan penuntutan hak kepada pemerintah, sedikiti sekali aktivis dari organisasi yang memberikan dukungan dan dorongan, masing-masing larut dalam isu per sektor. Adanya organisasi yang bekerja dan tidak bekerja inilah seringkali menimbulkan perpecahan, mulai dari sekte, komunitas ngerumpi, dan sejenis kumpulan ekslusif lainnya. Dan lebih parah, organisasi menjadi alat kepentingan pribadi, menjelma menjadi lembaga yang didasari atas kepentingan keluarga, atau bentuk oligarki lainnya. Padahal tujuan dibentuknya organisasi, salah satunya untuk memperjuangkan kepentingan umum didasari atas kesamaan ideologi dan praktek, bukan sebaliknya. Dari kampung saya melihat, dan saya ingin menyadari kondisi diri sendiri, sebelum menyadarkan kondisi orang lain bahkan rakyat !. Mantangai- Penulis tinggal di Mantangai-Kapuas, bekerja sebagai petani karet dan peladang padi.

KALIMANTAN TENGAH HANYALAH DAERAH KOLONI

Apakah Kalimantan Tengah (Kalteng) merupakan sebuah provinsi merdeka ataukah masih merupakan sebuah koloni atau daerah jajahan di wilayah Republik Indonesia ? Pertanyaan ini bisa dijawab dengan pertanyaan ini: Apa ciri-ciri daerah jajahan? Ciri-ciri daerah jajahan itu pertma-tama adalah ketergantungannya pada pihak lain di luar dirinya. Terutama ketergantungan politik dan ekonomi. Apakah Kalteng tergantung di bidang politik dan ekonomi? Sangat tergantung sekalipun dikatakan sekarang Indonesia menerapkan sistem otonomi daerah, tapi pada kenyataannya Jakarta masih menentukan hal-hal kunci. Oleh karena itu otonomi yang diterapkan sekarang, tidak lain dari otonomi ular. Ular yang dipegang ekornya tapi dilepaskan kepalanya. Dengan ular itu membunuh dengan kepalanya bukan dengan ekornya. Yang disebut Gubernur, sebenarnya adalah jabatan dengan kekuasaan terbatas dan dikendalikan oleh Jakarta. Jabatan yang merupakan kepanjangan tangan dari pemerintah pusat alias Jakarta. Tetapi tidak mempunyai kuasa besar. Karena itu bupati dan walikota berani membangkanginya.RTRWP (Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi) sampai sekarang masih tertahan di Jakarta. Izin untuk Perusahaan Besar Swasta (PBS) masih ditentukan oleh Jakarta. Karena memburu rupiah maka terjadilah penyalahgunaan kekuasaan berbentuk Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dengan akibat. Memelaratkan rakyat. Di bidang ekonomi, Kalimantan Tengah tidak lain dari penyedia bahan mentah saja, bukan produsen barang setengah jadi. Bahan mentah itu diangkut keluar. Batu bara misalnya diangkut ke Jawa-Bali untuk sebagai sumber enerji pembangkit tenaga listrik di sana , sementara listrik di Kalteng terus- byar-pet. Bagaimana industri dan perusahaan, pembangunan bisa lancar jika listrik tidak memadai? Pembangunan. Tanpa listrik adalah bualan belaka. Sumber daya alam Kalteng tidak menyehterakan penduduk yang hanya berjumlah 2,2 juta jiwa. Sebaliknya malah memelaratkan mereka secara jangka panjang dan sistematik. Tanah-tanah dijarah atau diperjual-belikan dengan harga sangat murah. Masyarakat Adat dikriminilisasikan. Ciri lain bahwa Kalteng daerah tergantung nampak dari kenyataan bahwa provinsi ini dijadikan pasar bagi produk dari luar. Daging, sayur, bawang, cabe, apalagi barang-barang elektronik semua tergantung dari luar. Oleh ketergantungan begini maka ombak Laut Jawa pun turut mempermainkan kehidupan penduduk.Ketika ombak Laut Jawa membesar, harga bahan-bahan pokok pun melangit. Padi yang ditanam di Kalteng dibawa keluar oleh pengijon dan dimasukkan kembali ke Kalteng dengan harga lebih mahal. Kemudian, Kalteng hanyalah menjadi sumber atau penyedia tenaga buruh murah dengan upah rata-rata Rp. 40 ribu sehari. Upah begini jika satu keluarga mempunyai dun k saja, maka pendapat demikian bisa dihitung apakah cukup atau tidak untuk menghidup satu keluarga terdiri 4 orang? Menurut angka Walhi Kalteng, dari 2,2 juta penduduk Kalteng, kurang lebih 1 juta hidup di PBS. Memang mereka mendapatkan pekerjaan, tidak menganggur, tetapi bekerja dengan gaji yang menemptkan mereka pada garis kemiskinan. Pendapatan demikian selanjutnya diikuti oleh macam-macam penyakit sosial, termsuk anak-anak yang tidak mampu bersekolah. Apalagi sekolah gratis 9 tahun pada kenyataannya hanyalah slogan yang berbeda dengan kenyataan. Oleh pendapatan demikian pula selanjutnya berkembanglah budaya kemiskinan di kalangan kaum miskin. Budaya kemiskinan yang makin memarjinalkan kaum miskin, kaum paria provinsi (sebenarnya bisa dibaca juga sebagai Indonesia ). Marjinalisasi kaum paria ini kian menjadi-jadi oleh sangat lemahnya mereka di hadapan Negara. Mereka tidak terorganisasi. Masyarakat Adat yang sesungguhnya bisa berperan jadi pelindung dan organisasi bertarung, sudah dilemahkan dan sangat terkontiminasi, bahkan turut melakukan kolusi dengan PBS dalam menjarah tanah petani. Apakah keadaan Kalteng yang demikian bisa disebut bahwa Kalteng adalah daerah merdeka? Daerah yang bermartabat dan berharga? Tidak! Kalteng masih merupakan daerah terjajah di wilayah Republik Indonesia . Untuk merdeka perlu mengubah imbangan kekuatan melalui pengorgnisasian rakyat baik Dayak atau yang senasib dengan Dayak.Mayoritas mereka terdapat di kampung-kampung. Hanya dengan berorganisasi mereka mempunyai daya tawar yang bisa diperhitungkan. Dalam pengorganisasian ini proses penyadaran untuk menjadi aktor pemberdayaan diri mereka sendiri dilakukan bersamaan dengan memecahkan masalah perut. Hanya memecahkan masalah perut tanpa meningkatkan kesadaran, maka permberdayaan akan bersifat ekonomisme belaka tanpa perspektif maju. Sebaliknya hanya melakukan penyadaran dan advokasi tanpa memecahkan masalah perut akan membangun barisan para jenderal tanpa prajurit. Pemaduan keduanya ini saya namakan gerakan pembangkitan yang juga sering disebut gerakan sosial pemerdekaan. Yang terjadi sekarang di negeri ini, termasuk di Kalteng, adalah tidak adanya jenderal, dan para paria tercerai-berai tak tahu berbuat apa sehingga anarkhisme berkembang. Gerakan sosial akan melahirkan pemimpin dan budayanya sendiri yang baru. Otonomi khusus untuk Kalteng pun akan menjadi kokoh ketika gerakan sosial pemerdekaan ini berkembang. Jika dalam 3-4 tahun ke depan, gerakan sosial pemerdekan begini tidak muncul, Kalteng dikhawatirkan akan makin terjajah, dan terjual. Bahkan terpecah.*** Kusni Sulang, Anggota Lembaga Kebudayaan Dayak Kalimantan Tengah, Palangka Raya.

DAFTAR PROYEK REDD DI INDONESIA

Laporan Departemen Kehutanan per Oktober 2010 bahwa Deforestasi, degradasi hutan dan konversi lahan gambut merupakan sumber utama emisi gas rumah kaca di Indonesia. Hal ini membuat Indonesia menjadi salah satu pelopor dimasukkannya skema REDD+, yaitu mekanisme untuk memberikan kompensasi kepada negara berkembang yang melindungi hutannya. Sumber: Dephut, Oktober 2010 - Peta Penyebaran Proyek REDD + Proyek REDD+ merupakan skema baru dan masih banyak yang perlu dipelajari sebelum dilakukan penerapan berskala luas, misalnya cara pengukuran karbon, pendanaan dan bagaimana melibatkan masyarakat setempat. Mengingat hal ini, Indonesia bekerja sama dengan berbagai mitra dan negara lain untuk melakukan proyek percontohan, atau demonstration activities, untuk REDD+. Saat ini ada sekitar 44 proyek percontohan REDD+ di Indonesia, dalam daftar table yang di tampilkan oleh Dephut data terbaru Oktober 2010 tercantum di bawah ini. Daftar 21 unit proyek REDD+ di Indonesia No Nama Proyek Lokasi Luas (Ha) Lembaga Pengusul 1 MERANG REDD PILOT PROJECT (MRPP) Musi Banyuasin, South Sumatera 150,000 Inititated by the GTZ, Mo Forestry, Provincial Govt, MUBA District 2 Ulu Masen project Aceh 750,000 facilitated by Flora Fauna International (FFI) 3 Kampar project Riau 400,000 Leaf Carbon Ltd. and APRIL/RAPP 4 Kuala Kampar project Riau 700,000 WWF 5 Teso Nilo Riau 50,000 WWF 6 Harapan Rainforest Muara Jambi 101,000 Burung Indonesia, RSPB, Birdlife 7 Berbak Jambi 250,000 ERM, ZSL, Berbak National Park 8 Kapuas Hulu and Ketapang West Kalimantan 157,000 FFI, PT. Mcquirie Capital 9 Central Kalimantan Central Kalimantan 50,000 Infinite Earth 10 KFCP in Cetral Kalimantan Kapuas, Central Kalimantan 340,000 Government of Australia 11 Katingan in Central Kalimantan Central Kalimantan 50.000 Starling Resources 12 Mawas PCAP Kapuas Central Kalimantan 364,000 BOS, Govt of Netherland, Shell Canada 13 Sebangau National Park Central Kalimantan 50,000 WWF, BOS, Wetlands Intl, Care Intl 14 Malinau Malinau, East Kalimantan *) Global Eco Rescue, INHUTANI II, District Govt of Malinau 15 Berau Project East Kalimantan 971,245 TNC, ICRAF, Sekala, Mulawarman Universitiy, WInrock Intl, Univ of Queensland 16 Heart of Borneo Borneo 22 juta WWF 17 Poigar North Sumatera 34,989 Green Synergies 18 Mamuju Project West Sulawesi 30,000 Keep the Habitat, Inhutani I 19 Mimika and Memberamo Papua 265,000 New Forest Asset Mgt, PT. Emerald Planet 20 Jayapura Papua 217,634 WWF 21 Merauke-Mappi-Asmat Papua *) WWF TOTAL 26,969,877 Sumber: Blog Karbon, diakses tanggal 31 Juli 2011 – dari Laporan Dephut Oktober 2010 Keterangan: *) data belum tersedia

Postingan Popular

KOMPAS News Regional

Berita Lingkungan Nasional

Lowongan Kerja di Kalimantan Tengah